Menabur Benih
Di sebuah kaki gunung yang gundul dan tandus. Seorang bapak tua
memikul sebuah kantung penuh berisi bibit pohon kayu di bahunya, sementara
sebuah cangkul berada di bahu yang lain . Sepanjang hari pak tua menggali
lobang dan memasukan bibit-bibit pohon tersebut. Begitulah kerja pak tua setiap
hari. Ketika malam tiba, ia memetik sayur-sayur yang bertumbuh liar di kaki
gunung itu untuk menjadi santapannya di malam nanti.
Suatu hari sejumlah
murid sekolah datang berpiknik di kaki gunung tersebut, dan mereka begitu heran
melihat pak tua yang seakan-akan melakukan suatu pekerjaan yang amat tak
berarti, karena tempat itu nampak tandus dan tak mungkin bibit-bibit itu akan tumbuh
subur.
Pak Tua hidup di
tempat ini dan telah menaburkan jutaan
benih pohon kayu. Namun hanya 1 persen saja yang tumbuh. Tapi ia tak akan berputus
asa. Di hari tuanya, ia ingin terus menaburkan benih di sini.?
Tahun terus berganti.
Anak-anak sekolah tersebut telah
bertumbuh dewasa. Ketika mereka datang lagi ke kaki gunung tersebut...WAH...!!!
Mereka tercengang dan berdecak kagum.
Betapa indah pemandangan di sana yang diwarnai pohon-pohon nan hijau serta
merdunya nyanyian burung. Bapak tua sudah lama pergi. Namun ia meninggalkan
harta karun tak ternilai.
Pengorbanan kita mungkin tak dapat dinikmati hasilnya saat ini.
Namun percayalah, bahwa ada saatnya ketika bibit memunculkan tunasnya.
(Janganlah berusaha
menjadi orang yang berhasil, tapi berusahalah menjadi orang yang bernilai. -
Einstein)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar